Selasa, 20 September 2011

INCREASE CREW BERBAGI CERITA OENIF DENGAN KITA ....

Air Kehidupan Di Desa Oenif Kecamatan Nekamese Kab. Kupang
( Oleh : Olvitha Theedens –  Admin-Finance Increase )

Desa Oenif  terbentuk tahun 2000 yang merupakan desa pemekaran dari desa usapi Sonbai. Nama desa Oenif merupakan gabungan dari 3 nama kampung yang di satukan yaitu Oe : Oekona, Ni : Nilopon, F : Panaf. Di Oenif ada 2 rumpun suku yang terbesar yaitu rumpun Neslemin terdiri dari marga Aluman, Boki, Silli, Beas dan rumpun bai metan terdiri dari marga Taebenu, Amnahas, Noni. Selain penduduk asli dari Suku Timor (Nekamese) terdapat juga pendatang dari Alor, Rote, Sabu dan Flores.

Di desa oenif terdapat 5 dusun, 10 RT dan 5 RW dengan jumlah KK sebanyak 409 KK, jumlah jiwa mencapai 1610 dengan rincian laki-laki berjumlah 791 jiwa dan perempuan berjumlah 819 jiwa. Desa oenif berbatasan dengan desa Oemasi (Utara), desa Oepaha (Selatan), Kec. Amarasi Barat (Timur), desa Usapi Sonbai (Barat) dan luas desa Oenif 82.029 Ha.

Ada yang menarik bila kita berjalan-jalan ke desa Oenif, mengapa demikian ?

Pada saat kita masuk dan melihat desa oenif dari depan maka kita hanya melihat desa oenif merupakan desa yang biasa saja sama seperti desa lainnya. Bagaimana tidak, dengan latar depan yang biasa-biasa saja ternyata menyimpan begitu banyak kekayaan yang tersembunyi di balik desa ini. Sebelum kami berjalan-jalan mengelilingi desa oenif kami menyempatkan mampir di rumah bapak Abed (Kaur) yang letaknya di dusun III dan sambil berceritra kami disuguhkan teh panas dengan 2 piring biskuit yang disiapkan oleh istri bapa Abed dan terasa begitu nikmat. Setelah berceritra kami diajak oleh bapak Abed untuk jalan-jalan di desa oenif dan awal perjalanan kami mengikuti belakang rumah bapak abed sekaligus ingin melihat kebun bapak Abed. Sepanjang perjalanan bapak abed selalu berceritra dan setia menjawab apa saja yang pak yan tanyakan atau teman-teman lain bertanya. Pada saat berjalan kami sempat berhenti melihat lahan yang dibakar dan disitu bapak abed berceritra bahwa kebanyakan masyarakat selalu berpindah-pindah lahan untuk mendapatkan hasil kebun yang bagus. Ada yang hanya memanfaatkan lahan satu kali langsung pindah alasannya agar hasil lebih baik dan kebanyakan masyarakat menggunakan lahan 2 kali baru berpindah. Lahan yang telah digunakan kebanyakan pembersihannya dengan cara dibakar untuk mempersiapkan kembali lahan.  

Kemudian perjalanan kami lanjutkan ke mata air Oekona yang terdapat diantara dusun III dan IV. Dalam perjalanan saya melihat ada pohon gewang yang baru habis ditebang. Ternyata pohon ini ditebang apabila batangnya sudah masak untuk dapat dijadikan putak dan diberikan pada ternak. Tanda-tanda pohon ini sudah dapat digunakan batangnya untuk menjadi putak apabila buahnya sudah mulai kering sehingga putak yang dihasilkan lebih banyak gizi yang terkandung untuk hewan pelihara seperti sapi, babi, kambing, dll cerita bapak Abed.
Kami terus menyusuri jalan yang dipandu oleh Bapak Abed kemudian sebelum kami sampai ke mata air Oekona kami ditunjukkan tempat dimana banyak terdapat monyet-monyet yang bersembunyi dibawah batu karang atau gua-gua seperti yang diceritakan pak abed sebelumnya di rumah. Monyet-monyet ini selalu masuk sampai kerumah penduduk bahkan di dusun V monyet ini masuk sampai ke dapur untuk mengambil makanan yang ada. Konon ceritanya sejak dulu monyet tidak pernah masuk kedalam kampung apalagi sampai ke rumah masyarakat tetapi setelah menipisnya bahan makanan mereka sehingga rumah-rumah masyarakat menjadi incaran monyet untuk mendapatkan makanan, banyak ubi, pisang, dll yang dimakannya bahkan masyarakat susah menanam ubi karena monyet selalu merusaknya untuk mendapatkan bahan makanan.

Betapa senangnya kami karena sudah sampai di mata air oekona karena untuk mencapai mata air ini kami harus berjalan menuruni jalan setapak yang berbatu dan sedikit licin apabila tidak berhati-hati maka bisa terpeleset tetapi kami begitu menikmatinya karena banyak pohon yang dapat melindungi kami dari sinar matahari langsung walaupun tidak terlalu rimbun atau sedikit kering dibantu tongkat kayu yang kami pegang. Sangat menarik karena mata air ini terdapat di bawah batu besar, tetapi sayangnya mata air ini sepertinya sudah tidak terawat lagi karena terlihat dari banyaknya daun dan kotoran yang jatuh kedalam mata air ini sehingga mata air terlihat keruh dan kotor. Bapak abed cerita bahwa dulu sebelum ada embung dan perpipaan masyarakat selalu memakai mata air ini untuk masak, mencuci dan mandi tetapi sekarang sudah jarang yang menggunakan bahkan mungkin tidak ada yang mengambil air lagi dari mata air ini. Saya juga sempat melihat jejak kaki babi hutan, awalnya teman jefri mengira bahwa itu adalah jejak kaki rusa yang minum di mata air ini.

Setelah itu kami di ajak lagi oleh Pak Abed ke mata air yang lain dan itu ada di dusun IV, dan ternyata jalan menuju mata air berikutnya begitu menantang kami karena kami harus menaiki jalan yang berbatu dan agak panas, mungkin karena matahari sudah berada di tepat diatas kepala kami dan jarang ada pohon sepanjang jalan ini dan kalaupun ada hanya batangnya saja tetapi daunnya sudah kering. Sepanjang jalan menyusuri hutan saya sedikit bingung karena jarang mendengar suara burung padahal disitu hutan??? Sepanjang perjalanan, banyak sekali saya melihat banyak pohon ditebang, apakah ini alasannya sehingga banyak burung pergi meninggalkan desa ini karena tidak ada lagi tempat untuk burung-burung ini berkembang, atau ada alasan lain. Ini yang masih sedikit mengganjal dalam benak saya, dan saya berpikir apabila saya kembali ke desa oenif lagi maka hal pertama yang ingin saya tanyakan adalah hal ini.

Lalu kami tiba di mata air oelnabeas yang terletak di dusun IV, tetapi sedikit berbeda dengan mata air oekona. Mata air oelnabeas ini mengalir kedalam bak yang dibuat oleh masyarakat dari dana pemda sehingga terlihat lebih bersih dibandingkan dengan mata air oekona. Konon ceritanya mata air ini dapat menyebuhkan sakit kulit seperti gatal-gatal dan koreng sehingga kami sempat menggunakannya untuk mencuci kami dan teman wendi menggunakan untuk membasuh muka. Selain itu, mata air ini dipercaya oleh masyarakat dapat memberikan tanda musim hujan dan musim kemarau. Apabila mata airnya sudah pecah semua tanda musim kemarau akan tiba dan sebaliknya apabila aliran mata air mengecil maka sebentar lagi akan turun hujan sehingga kebanyakan masyarakat yang ingin melihat musim hujan atau kemarau selalu melihat pada mata air ini dan itu dipercaya sejak dulu sampai saat ini.  Mata air Oelnabeas ini merupakan milik dari suku Beas dan Boki yang ada di desa Oenif.

Setelah dari mata air oelnabeas kami ingin melanjutkan perjalanan tetapi kami menyempatkan beristirahat sambil menikmati air kelapa. Ternyata air kelapa yang kami minum sangat manis berbeda dengan yang biasa saya minum di jalan raya eltari. Air kelapa yang kami minum begitu segar dan manis sehingga kalau minum satu terasa tidak puas dan bermaksud ingin manambah lagi. Pada saat istriahat kami berceritra dengan bapak abed, dan 2 orang bapak lagi. Dalam ceritra pak yan bertanya tentang tata cara pernikahan (mulai dari anak berpacaran sampai menikah). Bagaimana orang tua menyatakan setuju kepada laki-laki yang sedang dekat dengan anak perempuan mereka sampai pada acara adat pernikahan. Bapak Abed berceritra kalau anak mereka sudah dekat maka orang tua akan bertanya tentang keseriusan mereka. Apabila serius maka orang tua akan meminta kepada laki-laki untuk membawa orang tua untuk berkenalan lebih dekat kemudian membuat kesepakatan bebicara tentang adat untuk masuk minta (apabila kedua belah pihak telah bersetuju untuk melanjutkan pada jenjang yang lebih serius). Biasanya di Oenif acara adat (masuk minta) membawa Okolipa yang artinya air susu atau siri pinang dan itu bisa dilakukan langsung dengan membawa belis atau biasa disebut nonani bijae yaitu uang Rp. 7.500.000 ditambah dengan satu ekor sapi. Atau apabila laki-laki ingin serius dengan kekasihnya maka bisa dilakukan acara membawa gelang yang artinya si perempuan sudah diikat sehingga apabila suatu kelak laki-laki menikah dengan wanita lain maka orang tua dari perempuan ini dapat menuntut laki-laki ini secara adat dengan menunjukkan gelang atau pengikat lainnya atau sebaliknya apabila didalam perjalanan wanita yang ingin mengakhiri maka si wanita ini juga dikenai sanksi adat dan orang tua dari perempuan harus mengembalikan gelang tadi. Sebelum masuk acara pernikahan ada acara malam pica bok (disini laki-laki membawa antaran ke mempelai perempuan yaktu okolipa dan nonai bijae atau hanya okolipa saja), lalu esok harinya dilakukan pemberkatan setelah itu resepsi kemudian lari broit (mempelai wanita di antar ke rumah pria).

Setelah kami duduk beristirahat kami diajak lagi ke mata air Oelmele yang terletak di dusun V. Berbeda dengan 2 mata air tadi (oekona dan olnabeas) mata air ini lebih besar membentuk sebuah danau kecil dan tempatnya sangat sejuk karena dibawah pepohonan yang rindang dan kata Pak Abed bahwa ini merupakan satu-satunya mata air yang masih bertahan sampai dengan musim kemarau tiba. Perjalanan dari mata air oelmele ke rumah penduduk ternyata terus mendaki sehingga kami harus berusaha menaiki jalan-jalan penuh batu dan terus menaiki tanjakan, ternyata ini merupakan suatu refresing yang sangat baik bagi kami sebagai olah raga ringan. 

Sampailah kami di rumah Odi Noni (salah satu anak yang menderita gizi buruk) tetapi kami tidak bertemu dengan odi hanya ada mama, mama kecil dan tantenya. Disamping rumah odi kami melihat ada beberapa masyarakat yang sedang gotong royong membangun rumah, lalu kami melajutkan perjalanan kami. Kami sempat bertemu dengan bapa dusun V dan bapak sekdes lalu kami diajak minum air kelapa. Di tempat kami minum air kelapa ada sejumlah masyarakat yang sedang berkumpul dan berdiskusi, lalu saya melihat pak yan sedang asyik melihat daun sup dan jeruk purut yang ditanam oleh masayarakat. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan pulang ke rumah bapak Abed.

Dirumah bapak abed kami telah disediakan makan siang oleh mama kaur dan mama desa dengan beberapa orang ibu-ibu. Sebelum kami makan, mama kaur mengeuarkan seceret tuak untuk kami coba, kata teman-teman manis seperti jus sirsak tetapi saya tidak berani mencobanya. Lalu kami makan bersama, dan kami sangat senang dengan masakan dari mama-mama karena ada jagung rebus,ada ayam bumbu dan sayur dan tidak lupa ciri khas timor selalu ada lombok tomat dengan daun bawang yang menambahkan selera kami untuk makan. Setelah makan kami berpamitan kepada semua untuk kembali ke sekolah lapangan nekamese.

Yang menarik dari perjalanan saya adalah, ternyata desa oenif banyak menyembunyikan rahasia-rahasia alam yang indah walaupun tidak terawat tetapi itu dapat menjadi aset bagi masyarakat di desa oenif, terutama untuk masalah air karena terdapat begitu banyak mata air yang bisa memberikan air kehidupan bagi masyarakat Oenif bahkan masyarakat di kabupaten kupang.



 
Cerita dari Yesli Siki
Fasilitator Desa Tesbatan - Amarasi



Kegiatan Arumono Sagashi ini berlansung selama 2 hari yaitu hari sabtu tanggal 10 yang bertempat di kantor Sekolah Lapangan Nekamese dan hari Minggu 11 September 2011 di Desa Oenif, Kecamatan Nekamese, Kabupaten Kupang. Kegiatan ini difasilitasi oleh pak Yan Ghewa dan pak  Fary Franscis. Peserta yang hadir adalah sebagian besar dari anak-anak Increase dan ada 2 orang dari luar yaitu Ibu Novi dan pak Misraim. Arumono Sagashi ( bahasa Jepang ) artinya belajar dari bumi. Pembelajaran dengan menggunakan panca indra yaitu melihat, mendengar, mencium, merasakan. Tujuan dari semua ini adalah untuk menemukan informasi dan sebuah kenyataan yang sangat unik yang belum pernah diketahui oleh orang lain.  Setelah menerima materi dari pak Yan  ghewa di kantor SLN pada hari sabtu, maka hari minggu tepat jam 11, peserta lansung turun lapangan untuk melakukan survey tentang keunikan alam yaitu di lokasinya desa Oenif. Kegiatan ini, berlansung dengan baik karena adanya dukungan dan partisipasi langsung pemerintah desa, dalam hal ini, bapak Abet sebagai kaur umum. Bapak Abet, turut berpartisipasi aktif dalam mendukung kegiatan aromonosagai ini, dengan membawa semua peserta untuk mengamati langsung keunikan-keunikan, baik itu dari pohon, batu, dan air yang ada di lokasi desa Oenif. Berikut ini, merupakan hasil temuan dari penulis yaitu :

Hal yang dilihat  :
  • Pohon Gewang. Pohon gewang ini memiliki keunikan tersendiri yaitu ketika bertumbuh besar masyarakat setempat menggunakan batangnya yang berisi untuk dijadikan sebagai pakan ternak sapi maupun babi, sebagai makanan tambahan ketika daun tidak ada, isi  dari batang gewang ini biasa dikenal dengan nama putak, dimana putak ini mengandung karbohidrat yang bisa menggemukan sapi atau babi dengan cepat. Selain dari batangnya,  daunnya biasa dipakai untuk atap rumah dan buahnya yang masih mudah dipakai untuk racun ikan.
  • Oekona ( air dari lobang ). Oekona ini, merupakan  mata air yang keluar dari lobang dan diapit oleh batu-batu besar, dimana lokasi dekat air ini memiliki kesejukan yang luar biasa yang tentunya tidak dimiliki tempat-tempat lain. Oekona ini, juga berada di lereng gunung yang berbatasan dengan desa Oepaha dan sulit dijangkau orang lain selain dari masyarakat desa Oenif. Dengan sulit dijangkau maka oekona ini dijadikan sebagai tempat minuman ternak sapai maupun rusa dan babi hutan yang ada di lokasi itu.
  • Bambu.  sebagai bambu hutan, dimana dalam pertumbuhannya menggunakan system pertahanan dengan batang-batang dan ranting-rantingnya penuh dengan belukar duri dari bambu itu sendiri sehingga sulit bagi orang yang mau mengambil batangnya. Jadi bambu ini berbeda dengan bambu-bambu yang lain yang biasa dipakai untuk rotan maupun suling.
  • Oelabeas. Oelabeas ini, merupakan sebuah mata air yang lokasinya tidak jauh dari pemukiman penduduk, dan biasa dipakai warga untuk mandi dan cuci. Walaupun Oelabeas ini dekat dengan pemukiman, tapi berbeda dengan mata air  yang lain karena warga setempat menjadikannya sebagai air penanda musim, ketika debit airnya masih banyak maka musim hujan masih lama sedangkan mulai berkurang/kering maka warga setempat buru-buru untuk  mempersiapkan lahan karena musim hujan sudah dekat.

Hal-hal yang didengar :
  • Mendengar cerita dari bapak Lius, bahwa Daun/akar ganoak dan bawang putih merupakan obat yang berkasiat untuk menyembuhkan ternak sapi yang sedang sakit. Dalam cerita pengalamannya ada seekor sapi miliknya sakit selama 3 hari dan tidak bisa makan dan minum air dan dia panggil warga setempat untuk potong sapi itu dan bagi dagingnya, tapi ada seorang bapak dari Amarasi waktu itu dia datang berkunjung di keluarganya dekat dengan rumah bapak Lius. Mendengar sapinya sakit dan tinggal mati maka bapak ini, suru bapak Lius untuk cari isi dari ganoak dan bawang putih. Setelah semua yang dibutuhkan sudah tersedia maka bapak Lius kunya sampai hancur dan sumbur di mulut dan lobang hidung sapi, setelah sumbur, 1 jam kemudian sapi yang sudah 3 hari tidak bangun dan makan minum langsung bangun berdiri dan makan. Cerita ini menunjukan bahwa semua tumbuh-tumbuhan yang ada di tempat sangat bermanfaat untuk kesehatan manusia maupun ternak. Salah 1 contoh, pohon ganoak dan bawang putih yang biasa digunakan sebagai bahan masakan, merupakan obat berkasiat yang dalam 1 jam bisa menyembuhkan penyakit sapi yang sudah 3 hari membuat sapi ini tidak makan minum.
  • Menurut cerita bapak Abet dan bapak Yunus Taebenu, bahwa pada awalnya suku timor yang ada di desa Oenif, berasal dari Amfoang. Setelah datang dari Amfoang mereka tinggal menetap di desa Baumata kecamatan Taebenu. Dalam perkembangannya, didesak dengan pemukiman semakin sempit dan sulit untuk beternak dan berladang maka ada sebagian memutuskan untuk mencari tempat yang layak untuk bisa beternak dan berkebun demi pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk memenuhi semua kebutuhan itu merekan mulai pindah ke desa Oenif dan tinggal menetap sampai sekarang. Dalam cerita ini juga, bapak Abet menceritakan tentang adat perkawinan desa Oenif yaitu saat anak perempuan sudah mulai pacaran maka awalnya sembunyi-sembunyi, tetapi kalau kita lihat ada laki-laki yang masuk rumah terus menerus maka perlu ditanya, maksud laki-laki itu apa sehingga kalau ada hubungan kusus maka panggil orang tua untuk bicara tentang adat. Ketika orang tua dari laki-laki itu datang maka kita bicara baik-baik dan kalau ada persetujuan maka kita lanjut ke adat pernikahan. Menurut adat istiadat yang berlaku di desa Oenif yaitu untuk belis harus 7 juta di tambah dengan sapi tenak 1 ekor sebagai penganti air susu ibu. Upacara penyerahannya pada waktu pica bok dan selesaikan semuan urusan adat sehingga besok malam resepsinya tidak ada yang terganggu lagi.

Kesan-kesan
Kesan secara positif
  • Lokasi desa Oenif memiliki banyak potensi yang bisa dijadikan untuk mendukung kelansungan hidup yaitu memiliki tumbu-tumbuhan yang berkasiat untuk menyembuhkan penyakit maupun bisa untuk makanan manusia dan pakan ternak. Selain dari itu ada sumber air yang mendukung untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia maupun ternak-ternak yang ada di lokasi desa Oelomin.
  • Dalam perjalan masuk hutan, merupakan suatu hal yang menyenangkan karena walaupun jalan kaki kelilingi hutan Oelomin tapi itu bagian dari rekreasi untuk penyegaran tubuh jasmani untuk kuat tanpa kenal lelah, bahkan jug dapat menghirup udara segar serta minur air kelapa muda yang segar dari pemberian bapak Abet dan sekdes Oenif.
Kesan yang negatif
Sesuai dengan apa yang dilihat dan dirasakan dan didengar, memang desa Oenif merupakan suatu tempat yang bagus, dengan memiliki potensi sumberdaya alam yang memadai, tetapi untuk pelestariannya masih minim. Dikatakan demikian karena sistim berkebun di Oenif masi memakai sistim tebang lepas dan membakar kebun. Dengan membakar kebun maka bisa merugikan tanaman-tanaman yang lain dan bisa punah. Dan juga, mata air tidak dirawat dengan baik. Contohnya Oekona merupakan sumber mata air yang baik tetapi didalamnya penuh dengan kotoran daun sehingga susah untuk digunakan. Untuk itu perlu membersihkan sehingga,  kedepan kalau bisa tempat-tempat seperti ini dijadikan sebagai objek wisata.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar