Senin, 19 September 2011

BACK TO NATURE

Oleh : San Jeffri - Volunteer Increase 2011

  
Minggu, 11 September 2011, para staff INCREASE mengadakan kegiatan Arumono Sagashi di desa Oenif , Kecamatan Nekamese. Arumono Sagashi adalah istilah Jepang untuk mengatakan bahwa kita perlu belajar dari alam, dari ibu bumi.
            Setelah mengadakan breafing singkat oleh Bpk Yan Gewa di Sekolah Lapangan Nekamese mengenai (proses) Arumono Sagashi, para staff INCREASE melaju dengan waspada dan hati-hati menuju desa Oenif. Hal ini dilakukan sebab jalan menuju ke desa Oenif  sangat  buruk. Permukaan aspel berubah menjadi gundukan batu yang sangat berbahaya bagi pengendara mobil atau sepeda motor. Kerusakan jalan ini juga berdampak pada mahalnya biaya transportasi dan menimbulkan polusi udara akibat banyaknya debu.
Di Oenif mudah ditemukan beberapa jenis pohon hijau yang bisa memberikan kesejukan dan oksigen demi keberlangsungan kehidupan ekosistem bumi. Selain itu, di sana terdapat banyak kelapa, pisang, dan buah-buahan. Namun sebagian lahan di Oenif belum dikelolah oleh masyarakat karena kurangnya sumber daya manusia, topografi yang terjal dan iklim yang tidak menentu.

Potensi Alam yang Tercecer
Perjalanan kami dimulai dari rumah Bpk Yafet, kepala Dusun III. Ditemani teriknya panas matahari, anak-anak INCREASE berjalan dengan gembira ria menuju ke kebun warga mencari potensi alam Oenif yang handal. Konon katanya potensi unggulan tidak berada di jalan raya, tetapi ada di sekitar kebun atau alam. Selain mendokumentasikan keadaan alam dalam ingatan, kami juga melakukan dokumentasi lewat media foto.
Di sepanjang jalan setapak itu, kami menemukan hamparan kebun yang sudah ditumbuhi oleh berbagai jenis pohon liar. Kebun-kebun ini bak ditinggal pergi oleh tuannya. Bahkan lahan kebun yang ada di sekitar kampungpun tak dikelolah, dibiarkan mubasir.
Sepanjang perjalanan, kami hanya menemukan beberapa lahan yang telah dibersihkan untuk ditanami ubi kayu dan jagung. Namun cara mereka membersihkan lahan sungguh sangat konvensional. Pola warga membersihkan lahan dengan cara membakar rumput atau kayu yang telah ditebang. Hal ini dilakukan agar tanah mereka semakin subur. Di sisi lain mereka tidak mempertimbangkan kehancuran ekologi dan efek panas bumi (global warming).
Banyak kayu hasil tebangan masyarakat tercecer di pinggir jalan atau dibiarkan mengering di kebun. Hal ini tentu sungguh disayangkan. Kayu yang sebenarnya bisa dipakai untuk jadi kayu api dilepas tanpa dimanfaatkan. Selain itu, kayu tersebut sebenarnya bisa dikumpulkan dan dijual ke kota Kupang. Salah seorang warga mengatakan bahwa harga kayu bakar untuk satu truk pick up adalah Rp 200 000.
Selain kebun dan kayu yang tercecer tanpa dikelolah, masyarakat Oenif juga telah meninggalkan satu sumber air yang sebenarnya mempunyai potensi besar bagi keberlangsungan hidup masyarakat dan ekosistem lainnya.
            Di Oenif terdapat nama tempat yang disebut Oekona. Kata Oekona ini memiliki arti (sumber) air dari batu. Pada kenyataannya memang terdapat sebuah sumber air yang muncul dari batu. Mata air ini sudah ada sejak lama, karena dalam cerita tempat tinggal pertama warga Oenif adalah di Oekona. Mereka meninggalkan Oekona karena daerah tersebut jauh dari jangkauan fasilitas umum, seperti jalan raya, listrik, dan tempat ibadah.
            Banyak warga Oenif yang menimba air di tempat ini. Namun  dalam perjalanan waktu air Oekona ditinggal lepas oleh penduduk Oenif. Hal ini disebabkan karena warga Oekona pindah ke sekitar daerah Oenif dan saat ini di Oenif sudah terdapat bak penampungan (empung) air yang dibuat melalui proyek PNPM Mandiri pada tahun 2010.
            Sumber air Oekona ini cukup besar dan bertahan sepanjang musim. Tetapi saat ini, mata air Oekona merana karena tidak terpakai oleh masyarakat. Air yang dulu jernih, kini keruh karena dipenuhi oleh dedaunan. Dan diapun pergi berlalu meninggalkan Oenif tanpa ada kesan yang menghidupkan.

Melestarikan Alam-Melestarikan Desa
            Dalam hati, saya mulai bertanya-tanya apa sebenarnya yang bisa dijadikan potensi unggulan dari Desa Oenif ini. Dari segi topografinya daerah ini berada di pegunungan dengan kondisi alam yang cukup tandus. Masih banyak lahan yang tidak dikelolah karena terdapat batu besar dan batu karang. Selain itu, mental masyarakat sangat bergantung pada bantuan pihak asing, entah dari LSM, Pemerintah, dan Gereja. Gereja telah menyumbangkan enam (6) unit biogas dan listrik tenaga surya. Namun, fasilitas-fasilitas ini tidak terpelihara dan mubasir. Semua fasilitas biogas telah rusak dan dibuang begitu saja. Sementara listrik tenaga surya banyak yang sudah rusak dan masyarakat tidak memiliki inisiatif untuk memperbaikinya. Menurut Bpk Yafet ketergantungan masyarakat pada pemerintah, Gereja, dan LSM sangat tinggi.
            Mentalitas konsumtif seperti ini sungguh menghalangi upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh banyak pihak. Segalanya harus diukur dari sisi materi, uang atau benda berharga lainnya. Pada saat yang sama masyarakat terlalu yakin akan konsep ”berkat” dari Tuhan. Menurut salah seorang warga bahwa segala sesuatu yang terjadi di bumi adalah berkat dari Tuhan. Kaya-miskin, lapar-kenyang, sehat-sakit adalah berkat dari Tuhan. Di dalam Tuhan, segala sesuatu tidak terlalu cepat, juga tidak terlalu terlambat. Semua indah pada waktunya. Pola pikir seperti ini menghalangi kerja rasio.
            Namun bila diteliti lebih dalam, Oenif sebenarnya menyimpan beragam kekayaan yang bisa dipakai untuk penguatan ekonomi masyarakat lokal melalui pemberdayaan ekonomi dan budaya. Selain hasil ternak, kebun, dan hasil penjualan kayu sebagai penunjang ekonomi, Oenif juga memiliki potensi besar untuk pembudidayaan jamur lokal. Di Oenif banyak terdapat putak yang menjadi bahan dasar dalam pembuatan jamur lokal. Pembuatan jamur lokal ini sebenarnya mudah dilakukan tanpa perlu biaya yang tinggi. Masyarakat cukup menyediakan putak, air dan pondok sebagai tempat perkembangannya.
            Potensi-potensi ini tidak pernah dimanfaatkan masyarakat untuk peningkatan hasil ekonomi. Hal ini disebabkan mentalitas masyarakat yang lebih pragmatis daripada visioner. Mereka lebih mementingkan untuk kebutuhan hari ini daripada masa depan. Pengolaan dan pemanfaatkan sumber daya alam yang ada sebenarnya bisa meningkatkan mutu kesejahteraan warga Oenif daripada hanya sekedar berharap pada sumbangan dari pihak lain. Dengan cara ini penguatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat meningkat dan juga produktifitas hasil pertanian atau hasil kreatifitas kerja masyarakat semakin bagus. Kembali ke alam adalah gerakan untuk menemukan sekaligus mengolah potensi alam menjadi kekuatan yang mensejahterakan. Kekayaan alam jangan dieksploitasi tanpa asas manfaat yang efektif dan esisien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar